Mbay, nagekeokab.go.id— Pemerintah Kabupaten Nagekeo melalui Dinas Pariwisata menggelar Festival One Be yang dilaksanakan sejak 5 sampai dengan 7 Desember 2023. Festival ini rencananya dibuka secara resmi oleh Bupati Nagekeo Johanes Don Bosco Do di Lapangan Berdikari Mbay, Selasa Desember sore.
Seremonial pembukaan akan diawali dengan sambutan Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Nagekeo Silvester Teda Sada selaku Ketua Panitia dan Bupati Nagekeo. Upacara pembukaan diramaikan dengan beberapa atraksi budaya seperti parade Be dan Bola Oka yang dibawakan oleh ratusan pelajar SMP dan SMU di radius kota Mbay, ibukota Kabupaten Nagekeo serta dero kreasi.
Be (Boawae), atau sebutan lain pada masing-masing komunitas seperti Bola Bae (Rendu), Bheka (Danga), Sape (Mbay) merupakan anyaman khas yang terbuat dari daun pandan duri maupun pucuk muda daun lontar yang biasa dikenakan sebagai “tas” nya para pria perkasa Nagekeo.
Selain sebagai produk kerajinan tangan (kriya) hasil olah pikir warga pada umumnya, Be sesungguhnya menunjukkan identitas komunitas lokal. Setiap orang yang mengenakan Be di luar Flores, pasti dengan mudah dikenali oleh para perantau yang berasal dari Nagekeo di mana saja mereka berada. “Sore ini kita membuka Festival One Be, ada tiga kategori acara yang akan terjadi selama tiga hari berturut-turut ke depan. Untuk hari ini pemandangan yang kita lihat adakah tenunan baik itu selendang maupun kain. Anyaman dalam bentuk Be dan Bola Oka” ungkap Bupati Don Bosco dalam sambutannya.
Menurut Bupati anyaman dan tenun merupakan literasi terbesar yang dicapai oleh nenek moyang dahulu yang tak lekang oleh waktu. Oleh sebab itu generasi muda diharapkan mampu menjaga kelestarian anyaman Be. Di samping menjaga nilai-nilai budaya yang terkandung di dalamnya, anyaman Be juga dinilai mampu menjadi produk ekonomis yang menghasilkan cuan jika diproduksi secara masif.
Don Bosco mencontohi, Provinsi Bali yang mampu meraup pendapatan 2,8 juta dolar para Tahun 2014 dari hasil penjualan lukisan, produk kita ini harus kita bawa sebagai produk yang mempunyai nilai ekonomi, ini adalah hadiah terbesar dari nenek moyang literasi terbesar. “Tugas kita bagaimana membawa tenunan dan anyaman ini ke pasar dunia” pesan Don Bosco.
Menurut Bupati, Pemerintah Kabupaten Nagekeo sudah menempati Pariwisata sebagai penggerak. Oleh sebab itu, sudah saatnya kita sekarang meningkatkan mutu tenun dan anyaman agar dibeli oleh para pelancong dan pada saatnya dapat diekspor. “Ini upaya kita mengembalikan proses produksi dari orang kebanyakan dari mama, nenek, tanya kita, tenun anyaman itu sudah diambil dari tangan kebanyakan ke industri berskala besar, mari kita rebut kembali” ajak Bupati.
Bupati juga mendorong, generasi muda untuk kembali belajar serta menekuni anyaman dan tenun mulai dari bangku sekolah. Saatnya sekarang anak sekolah belajar menenun dan menganyam, dalam pengembangan motorik halus anak-anak, sebab menenun ini adalah hasil karya individual mewakili setiap individu yang sudah tentu hasilnya akan berbeda. “Kalian siap untuk belajar menenun dan menganyam? Siapkah kembali kalian mengambil” tanya Bupati. “Siap!” jawab anak sekolah serentak.
Festival hari kedua kata Bupati diisi dengan atraksi tinju adat (etu). Tinju memiliki banyak filosofi salah satunya melatih otak, hati dan otot dalam melakukannya. Tinju ini mengasah kita punya keberanian, sebagai olahraga yang diminati dunia tinju (etu) juga bisa kita bawa ke peradaban dunia” ujarnya.
Selanjutnya di hari ketiga Festival diisi dengan kegiatan pelestarian lingkungan hidup. Ini merupakan gerakan menjaga kelestarian alam terutama habitat hutan mangrove yang belakangan sudah banyak dicemari dan dirusak oleh orang yang tidak bertanggungjawab. “Gerakan menanam kembali bakau salah satu upaya menjaga laut, seluruh biota laut mendapatkan tempat yang aman dari predator yang aman. Saatnya kita belajar untuk menjaga itu, kita sudah mengalami krisis satwa liar selama ini kita sudah kejar dan kita bunuh” ungkap Don Bosco. (*)