Wilayah Swapraja Nagekeo dibentuk pada Tahun 1932 oleh Pemerintah Hindia Belanda, yang sebelumnya pada Tahun 1917 merupakan dua Swapraja yaitu Swapraja Nage dan Swapraja Keo. Swapraja Nage dipimpin oleh Roga Ngole dan Swapraja Keo dipimpin oleh Goa Tunga dan Muwa Tunga.
Wilayah Swapraja Nagekeo ketika itu meliputi Kecamatan Nage Tengah (Sekarang Kecamatan Boawae), Kecamatan Nage Utara (Sekarang Kecamatan Aesesa, Aesesa Selatan dan Wolowae), Kecamatan Nangaroro dan Kecamatan Mauponggo, dengan pusat pemerintahannya di Boawae. Ketika Zaman Pemerintahan Swapraja, Pemimpin Pemerintahannya adalah Raja. Khusus Swapraja Nagekeo, sejak awal pembentukannya, dipimpin oleh Raja Roga Ngole dan dilanjutkan oleh putranya Joseph Djuwa Dobe Ngole. Dalam melaksanakan tugas-tugas Keswaprajaan, dibentuk Dewan Pemerintahan Swapraja (DPS).
Selanjutnya berdasarkan UU No. 68 Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah-daerah Tingkat I Bali, NTB dan NTT, yang menandai lahirnya Pemerintahan Gaya Baru, maka Swapraja Nagekeo, Swapraja Bajawa dan Swapraja Riung digabungkan menjadi satu Kabupaten yaitu Kabupaten Ngada. Kendatipun Kabupaten Ngada telah membingkai penyatuan dari ketiga swapraja, namun fakta sejarah menunjukan bahwa masing-masing Swapraja tetap memiliki dan mempertahankan otonomi budaya khasnya masing-masing. Bermula dari kemandirian budaya yang membentuk solidaritas politik pada akhirnya menjelma menjadi dukungan politik yang menghendaki adanya pendekatan pelayanan dan percepatan kesejahteraan di wilayah bekas Swaparaja Nagekeo, yang untuk mewujudkannya maka perlu dilakukan Pemekaran Kabupaten Ngada guna Pembentukan Kabupaten Nagekeo. Obsesi politik ini menjadi aspirasi yang terus diperjuangkan sejak Tahun 1965 oleh DPR-GR, yang dituangkan dalam pernyataan DPR-GR Nomor 1 Tahun 1965, Tanggal 15 Februari 1965 tentang permohonan kepada Pemerintah Agung RI untuk membagi Kabupaten Ngada menjadi Dua Daswati yakni Daswati Nagekeo dan Daswati Ngada.
Namun situasi politik ketika itu yang sangat traumatik terhadap disintegrasi bangsa menjadi dasar pertimbangan belum diresponsnya aspirasi yang menghendaki pembentukan Kabupaten Nagekeo tersebut. Cita-cita yang terus menggelora ini, kembali mengemuka ketika Masa Pemerintahan Bupati Johanes Samping Aoh, memperjuangkan penetapan “PP No. 65 Tahun 1998 tentang Pemindahan Ibukota Kabupaten Ngada di Bajawa ke Kota Mbay, Kecamatan Aesesa”. Masyarakat yang pernah menjadi bagian dari Swapraja Nagekeo menyambut kebijakan ini sebagai peluang bagi pendekatan pelayanan dan percepatan pembangunan, namun fakta menunjukan bahwa rencana pemindahan Ibukota tidak dapat dilaksanakan dikarenakan yang Pertama, Ketiadaan dana untuk membiayai pemindahan oleh Pemerintah pusat dan disarankan agar pemindahan Ibukota boleh dilakukan melalui mekanisme pembiayaan swadaya oleh Pemerintah Daerah, namun Pemerintah Kabupaten Ngada ketika itu tidak memiliki dana yang memadai untuk maksud tersebut. Kedua, Keengganan sebagian masyarakat Ngada untuk menerima kebijakan perpindahan Ibukota dari Bajawa ke Mbay karena akan jauh dari pusat pemerintahan sebagaimana kondisi semula. Harapan yang tak terjawab dari masyarakat Nagekeo tersebut justru berbalik kembali dalam wujud gelora api perjuangan untuk tetap menjadikan Mbay sebagai Ibukota dari calon Kabupaten Nagekeo yang masih terus diperjuangkan. Hasrat politik yang menghendaki pembentukan Kabupaten Nagekeo sebagaimana dimaksud, sinkron dengan kebijakan politik nasional yang tertuang dalam UU No. 22 Tahun 1999 kemudian mengalami perubahan menjadi UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang membuka ruang dan peluang bagi Pemekaran Daerah, sepanjang sumber legitimasinya adalah aspirasi masyarakat. Kehendak politik (Good Will) masyarakat Nagekeo yang merindukan pembentukan Kabupaten definitif, melabuhkan harapan mereka pada Forum Perjuangan Pembentukan Kabupaten Nagekeo (FPPKN) yang dibentuk dan mempercayakan pemimpin perjuangan pada seorang tokoh pendidikan, Bapak Drs. Antonius Bhia Wea (Alm), yang tanpa memperdulikan keterbatasannya sebagai seorang pensiunan guru, selalu berada di garda depan perjuangan untuk memobilisasi dukungan dari satu titik ke titik yang lain dan dari satu kecamatan ke kecamatan yang lain. Masyarakat kecil yang tidak tahu berpolitik mereka memberikan dukungan dan sumbangsihnya dalam perjuangan dengan cara memberi dari kekurangan mereka, baik secara materil maupun moril. Karena mereka menaruh harapan bahwa kelahiran Kabupaten Nagekeo dengan visi mengangkat harkat dan martabat masyarakat Nagekeo melalui percepatan pembangunan dan pendekatan pelayanan sehingga Masyarakat bisa memiliki makan yang cukup, tempat hunian yang memadai dan dapat berpakaian dengan lebih layak atau dengan kata lain terpenuhi kebutuhan sandang, pangan dan papan.
Setelah Bapak Anton Bia Wea meninggal, Kepemimpinan Forum Perjuangan Pembentukan Kabupaten Nagekeo (FPPKN) dilanjutkan oleh Bapak Drs. Hendrikus Nio, dengan didukung Kelembagaan Komite Persiapan Pembentukan Kabupaten Nagekeo (KPPKN) yang dipimpin oleh Bapak Drs. Hironimus Dapa Tunga.
Kuatnya aspirasi masyarakat yang menghendaki Pembentukan Kabupaten Nagekeo, tertuang secara tertulis dalam usulan Pemekaran Kabupaten Ngada dan Pembentukan Kabupaten Nagekeo, dari masyarakat kecamatan dengan gambaran sebagai berikut :
Di bawah koordinasi Ketua Forum Perjuangan Pembentukan Kabupaten Nagekeo (FPPKN) bersama para Koordinator Kecamatan (Korcam) serta tokoh masyarakat dari 7 kecamatan, bersepakat menemui Bupati Ngada, yang ketika itu dijabat oleh Ir. Albertus Nong Botha untuk menyerahkan aspirasi yang telah ditanda tangani bersama dimaksud. Kendatipun terjadi sejumlah polemik sebagai bagian dari dinamika politik terkait tuntutan aspirasi dimaksud namun Pemerintah Kabupaten Ngada, DPRD Kabupaten Ngada, Pemerintah Provinsi NTT dan DPRD Provinsi NTT merespon secara positif aspirasi masyarakat melalui rekomendasi- rekomendasi yang prinsipnya mendukung Pemekaran Kabupaten Ngada dan Pembentukan Kabupaten Nagekeo serta dikuatkan pula oleh hasil penelitian dan pengkajian Tim Independen dari Universitas Katholik Widya Mandira Kupang, yang merekomendasikan kelayakan pemekaran Kabupaten Ngada guna Pembentukan Kabupaten Nagekeo, sebagaimana diaspirasikan masyarakat. Pada Tanggal 8 Desember 2006, DPR RI menyetujui Pembentukan Kabupaten Nagekeo melalui Penetapan UU No. 2 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kabupaten Nagekeo. Selanjutnya pada tanggal 22 Mei 2007 Calon Kabupaten Nagekeo diresmikan menjadi kabupaten definitif, bersamaan dengan dilantiknya Drs. Elias Djo sebagai penjabat Bupati Nagekeo oleh Menteri Dalam Negeri ad Interim Widodo, AS di kupang. Selanjutnya, berdasarkan kesepakatan bersama, dilakukan serimonial adat yang berintikan komitmen budaya bahwa Kabupaten Ngada dan Kabupaten Nagekeo bertumbuh dari tangkai yang sama karena itu harus terus bekerjasama untuk memajukan kesejahteraan. Pemberian “Bhuja Kawa” dari Kabupaten Induk (Kabupaten Ngada) sebagai bekal simbolis bagi Kabupaten baru Nagekeo, agar setelah berdiri sendiri sebagai kabupaten otonom, masyarakatnya harus bekerja keras, rukun dan harmonis dalam semangat kegotong-royongan, sehingga kelak masyarakatnya lebih maju dan sejahtera sebagaimana masyarakat di kabupaten lainnya di Nusa Tenggara Timur.
Demikianlah Sejarah Singkat Kabupaten Nagekeo
Sekian dan Terima Kasih