


![]()
Keo Tengah, nagekeokab.go.id— Focus Group Discussion (FGD) Literasi Masyarakat Mitigasi Perubahan Iklim Berbasis Kearifan Lokal ini dilaksanakan dalam rangka memperingati Hari Sumpah Pemuda Tahun 2025.
Bupati Nagekeo Simplisius Donatus membuka dengan resmi kegiatan tersebut, yang diselenggarakan di Aula Kantor Desa Ladolima Kecamatan Keo Tengah, Senin, (27/10/2025). FGD dihadiri Anggota DPRD Kabupaten Nagekeo, Yohanes Krisostomus Gore, Anselmus Waja,Georgia Maria Embula, Plt.Kadis Perpustakaan dan Arsip Kabupaten Nagekeo, Camat Keo Tengah, Pastor Paroki Mundemi, Penjabat Kepala Desa Ladolima serta tamu undangan lainnya.
Dalam sambutannya Bupati Simplisius menekankan kegiatan ini menjadi ruang refleksi bersama generasi muda untuk memahami peran masing-masing dalam menjaga bumi dan warisan budaya. Perubahan iklim bukan lagi ancaman yang jauh didepan mata tapi saat ini telah hadir mempengaruhi musim tanam, memicu bencana alam, dan mengubah pola hidup masyarakat.
Dikatakan Bupati Simplisius, Kabupaten Nagekeo, dengan topografi yang rentan, telah merasakan dampaknya secara langsung, seperti banjir bandang yang melanda Kecamatan Mauponggo beberapa waktu lalu. “Namun, di tengah tantangan ini, kita memiliki kekuatan yang luar biasa: kearifan lokal. Tradisi seperti Ti’i Ka Pati Inu, cerita rakyat No Nange, dan pesan leluhur Pese tenu bukan hanya warisan budaya, tetapi juga pedoman ekologis yang telah terbukti menjaga harmoni antara manusia dan alam,” ungkapnya.
Bupati Simplisius, mengungkapkan kegiatan yang dilakukan merupakan langkah strategis dalam membangun kesadaran masyarakat terhadap pentingnya menjaga keseimbangan alam. “Saya mengapresiasi inisiatif luar biasa dari Relawan Literasi Masyarakat, Taman Bacaan Masyarakat Sakola Ada serta seluruh pihak yang telah berinisiatif dan berkolaborasi dalam menyelenggarakan kegiatan ini,” ungkap Bupati Simplisius.
Selain itu, Bupati Simplisius juga mengapresiasi penyusunan buku panduan mitigasi bencana berbasis kearifan lokal yang mana menurutnya merupakan kontribusi nyata dalam pelestarian pengetahuan tradisional yang telah terbukti efektif dalam menjaga lingkungan.
Bupati Simplisius menegaskan Pemerintah Kabupaten Nagekeo berkomitmen untuk terus mendukung gerakan literasi dan pelestarian kearifan lokal melalui kebijakan, pendampingan, dan penguatan kelembagaan adat. Ia berharap Desa Ladolima sebagai model kampung iklim yang menginspirasi desa-desa lain di Kabupaten Nagekeo untuk mengembangkan kampung iklim berbasis komunitas. “Mari kita jadikan momentum Hari Sumpah Pemuda ini sebagai titik awal gerakan bersama untuk membangun ketahanan masyarakat, menjaga lingkungan, dan mewujudkan masa depan yang berkelanjutan. Semoga kegiatan ini membawa manfaat besar bagi masyarakat Desa Ladolima dan seluruh wilayah Nagekeo,”
Anggota DPRD Kabupaten Nagekeo, Yohanes Krisostomus Gore mengapresiasi pelaksanaan FGD Literasi Masyarakat Mitigasi Perubahan Iklim Berbasis Kearifan Lokal sebagai upaya membangun pemahaman, berkolaborasi akan satu kepentingan bersama tentang mitigasi bencana. Menurutnya, ini menjadi ruang diskusi guna membahas kepentingan masyarakat dalam satu pemahaman dan satu pemikiran yang sama. “Pemahaman tentang mitigasi bencana itu terus kita wariskan kepada generasi muda baik orang muda dan anak-anak kita di tingkat TK, SD dan SMP” ujarnya.
Mus Gore pada kesempatan tersebut juga berharap Pemerintah Daerah segera menangani persoalan infrastruktur jalan guna menjawabi kebutuhan masyarakat. “Saya pikir kita jangan segan-segan untuk menyampaikan hal-hal penting kepada pemerintah daerah.
Infrastruktur jalan merupakan bencana untuk kami di wilayah ini dan ini kalau tidak segera ditangani juga dampaknya cukup besar,” ungkapnya. Ia menambahkan, harapan masyarakat berkaitan dengan infrastruktur penting walaupun tidak banyak tapi minimal dalam waktu 5 tahun ini bisa menjawab kebutuhan masyarakat yang ada di wilayah ini.
Sementara Hendrikus Y. Ritu, dalam laporan panitia menjelaskan pemilihan lokasi dan tempat kegiatan Desa Ladolima dilatarbelakangi oleh beberapa alasan utama diantaranya masih rendahnya tingkat literasi dibandingkan dengan desa lainnya dan termasuk wilayah yang rawan bencana. Karena itu, dibutuhkan intervensi yang segera dan terstruktur. Berdasarkan hasil observasi dan komunikasi dengan perangkat desa serta masyarakat, adanya dukungan dan antusias yang tinggi untuk peningkatan literasi itu sendiri. Hal ini menunjukkan, masyarakat siap untuk menerima dan berpartisipasi aktif dalam program ini. “Literasi yang baik memungkinkan masyarakat berpartisipasi lebih aktif dalam pembangunan desa dan meningkatkan kesejahteraan,” jelasnya.
Adapun beberapa kegiatan yang dilakukan sebagai berikut, penghijauan ditempat rawan bencana dan lokasi mata air, pameran pangan lokal, diskusi publik, olahraga, dia rosario bersama, pemutaran film motivasi, serta upacara peringatan hari Sumpah pemuda.
Kegiatan tersebut bertujuan untuk meningkatkan minat baca masyarakat dengan menyediakan akses terhadap bacaan, meningkatkan pengetahuan masyarakat berkaitan dengan mitigasi bencana, paham kepada masyarakat untuk peka terhadap perubahan iklim. (Prokopim)